“Akira kun”
panggil Kazato.
Ia mengangkat kepalanya dan menatap datar ke arahku. Tidak ada
ekspresi. Aku heran melihatnya. Kemana Akira yang dulu bersemangat?
“Ayuka, apa yang
kau lakukan disini?” tanyanya. Sifatnya sama sepertiku, persis.
“mencari tau apa
yang sebenarnya terjadi”
“berhentilah.
Sebelum terlambat” ia memberikan peringatan kepadaku. Aku masih berusaha
mencerna maksud dari kata-katanya ketika ia bangkit berdiri untuk pergi. Aku
menangkap pergelangan tangannya seraya berujar, “jangan harap kau bisa pergi
sebelum kau menceritakan semuanya padaku”
Ia menggeleng,
“terlalu beresiko. Dia terlalu berbahaya. Dia akan melakukan apapun untuk
menutupi kebohongannya. Menyerahlah”
“akira, bicaralah
yang jelas. Aku tidak mengerti maksudmu. Siapa sebenarnya yang sebut ‘dia’?”
“itulah yang
perlu kau cari tahu sendiri”
“kau harus
membantuku” pintaku.
“dan kau bisa
menjamin kalau aku dan kedua adikku akan selamat kalau dia tau aku membocorkannya?”tanyanya.
Aku menggeleng, yang ia katakan memang benar. Akan jadi bahaya untuk mereka.
“tapi berikan aku sedikit petunjuk”
“pelajari semua
kasus yang terjadi. Secara detail. Kapan kejadian itu terjadi”sarannya. Ia pergi begitu saja. Setelah lama
tidak bertemu, dia bahkan tidak menyapa teman baiknya ini. Kenapa kasus ini
harus membuat persahabatannya jadi suram..
“ayuka chan,
kembalikan ponselku” ucap seseorang di sampingku. Tanpa fikir panjang aku
memberikan ponselnya, malas untuk memulai perdebatannya.
“kau mau pulang?
Ayo”ajakku. Rasanya akan sia-sia aku menunggu Akira untuk buka mulut, sepertinya
terlalu berbahaya untuknya.
“secepat
itu?”tanyanya bingung. Aku hanya mengangguk dan melangkahkan kaki keluar. Tak
perlu menunggu ia untuk merespon lagi, toh aku bisa pulang sendiri.
44 menit
perjalanan di kereta ku gunakan untuk berfikir keras dan tak mengacuhkan
perkataan Kazato yang terus mengganggu.
“semua kasus
terjadi tiap tahun. Kenapa ia meminta aku untuk mempelajarinya secara detail.
Apa mungkin… kejadian itu selalu terjadi pada waktu yang sama?”tebakku. aku
langsung mengeluarkan ponsel milikku, menelfon nomer yang sudah taka sing lagi.
Ayah.
“mosi-mosi, apa
ayah bisa kirimkan aku data-data siswa yang berhubungan dengan misteri ini? Ya
ya aku mengerti…. Aku sudah bertemu dengannya tapi sia-sia…. Ya aku rasa juga
begitu. Apa ayah bisa diam-diam mengecek data-data sekolah? mungkin kah ada yang ganjil? Ya aku
mengerti, aku akan kembali besok pagi”
Aku menutup
sambungan telfon sementara Kazato menatapku, penasaran. Aku membiarkannya,
berusaha menyibukkan diri. Hingga akhirnya Kazato dan aku tiba di Tokyo Station.
“ayuka
san..”panggilnya saat aku baru melangkah pergi. Aku hanya mengangkat asli,
seakan menanyakan ada apa padanya.
“kalau kau tidak
keberatan aku bisa membantumu.. untuk mencari tau siapa pelakunya” ucapnya. Aku
mengangguk dan berkata, “ya beritahu aku kalau menemukan bukti apapun”.
aku berniat
kembalik ke Kyoto esok pagi. Tapi entah kenapa, setibanya di rumah bibi aku
merasa semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Kenapa Akira begitu tertutup
padanya?
Tadinya aku ingin
kembali ke Kyoto hari ini juga. Tapi tak enak melihat bibi harus tinggal
sendirian lagi. Bibi memang tinggal sendiri, sementara paman sudah lama
meninggal dunia. Anak-anaknya pun jarang sekali mengunjunginya, sehari-hari ia
hanya mengurus kebun anggur miliknya yang sudah ada dari puluhan tahun yang
lalu. Sehingga ku putuskan untuk memanfaatkan hari ini untuk bersama bibi mulai
dari memetik buah anggur sampai berbelanja kebutuhan pokok di pasar terdekat.
Senja mulai
datang menyelimuti hari ini, langit berubah menjadi gelap gulita. Sementara bibi
mengantarkan makanan yang kami buat ke rumah tetangga aku menyalakan laptopku.
Ada email masuk dari ayah.
Terlihat di layar
laptop foto-foto siswa yang menghilang beserta dengan keterangan pribadinya.
“Misaki Aoyama, 26 Februari 2009. Shinichi Edogawa, 15 Mei 2010. Tanaka
Ryosuke, 3 Desember 2011.. aku rasa tidak ada yang ganjil dari tanggal-tanggal
itu. Ku pikir kejadiannya terjadi di tanggal yang sama. Hmm apa ada sesuatu
dengan tanggal itu yah?” tanyaku pada diri sendiri.
Aku mulai berfikir
keras tapi bukan hasil yang ku dapat karena aku malah tertidur di kursi dengan tangan yang bertumpu
pada meja kecil dimana aku meletakkan laptopku.
Aku bangun pukul 5 pagi, mengepak pakaianku ke
dalam tas. Karena tidak ingin tiba terlalu siang, aku berangkat 1 jam setelah
aku bangun. Sebelum pergi aku berpamitan dengan bibi yang memberikan ku bekal
cukup banyak dan pasti enak sekali.
Ada keraguan
dalam diriku untuk melanjutkan kasus ini. Aku tak pernah melihat Akira tertekan
seperti itu. Orangtuanya di pecat dari tempat kerjanya dan memilih untuk pindah
ke kampong halaman, membuatku yakin itu semua ulah pelaku. Dia pasti orang yang
punya jabatan tinggi di dalam sekolah. atau mungkin? Tersangkanya orang luar
tapi punya mata-mata dalam sekolah. Tapi apa tujuannya? Kenapa harus melibatkan
siswa?
BERSAMBUNG

0 komentar:
Posting Komentar