DEG. Dari jauh, aku bisa mengenalinya. Sangat mengenalinya. Sosok yang
sedang berjalan santai, mendekat ke arahku.
“KAZATO!! Mau apa kau disini? HAH? Kenapa kau bisa ada disini?! Jawab
pertanyaanku”teriakku kencang tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang.
Rasa kesal ku sudah naik ke ubun-ubun. Bagaimana bisa cowok kutu buku itu ada
disini?
Aku sudah memelototinya dengan tatapan tak suka tapi dia malah menyengir
tidak jelas. “hehe aku sedang sedikit berlibur” ucapnya dengan membentuk huruf
V dengan tangannya,
“berlibur? Lalu apa yang kau lakukan disini? Berkeliaran di kawasan sekolah
kau bilang berlibur?” tanyaku to the point. Dia tampak bingung menjawabnya. Aku
yakin kalau dia mendengar pembicaraan ayah denganku, dan dia memang bermaksud
mengikutiku.
“kau mengikutiku kan?”tanyaku lagi. “aku benar-benar tidak suka orang yang
mencampuri urusan orang lain. kalau kau juga tertarik dengan kasus ini, maka
cari cara lain bukan malah mengikutiku”lanjutku tegas dan sedikit kejam mungkin
tapi aku benci harus bersama dengan orang lain saat memecahkan kasus. Tapi
Akira adalah pengecualian.
Dia hanya mengangguk dan menghela nafas. Perlahan
dia berjalan menjauh dariku, aku bernafas lega dan berusaha fokus mencari
Akira.
“eh?”
aku bingung melihat tatapan orang-orang
yang lewat dan mereka menertawakan aku. Ya ampun aku lupa kalau tadi
berteriak-teriak, memalukan sekali, ucapku dalam hati. Aku menutup wajahku
dengan masker, perutku sudah berbunyi karena aku belum sarapan, akhirnya aku
memutuskan untuk membeli makanan dan berjalan-jalan di sekitar sekolah sampai
mereka pulang.
“kak, sepertinya aku ketahuan. Aku harus bagaimana? Apa dia tidak curiga?”
tanya seseorang lewat ponsel tak jauh dari tempat seorang gadis berdiri tadi.
Laki-laki itu masih bisa melihat siluit gadis itu yang tak lama berbelok di
persimpangan jalan.
“haha aku melihat dia memarahimu. Sama sekali belum berubah. Pastikan saja
kau gagalkan rencananya. Paham?”peintah seseorang di seberang sana.
“apa tidak apa-apa?”
“ini demi kebaikannya. Sudah ya, kelas
sebentar lagi dimulai. Aku akan menelfonmu lagi” tutur orang tersebut memutuskan
sambungan telfon. Laki-laki itu kemudian masuk ke dalam kelas.
Gadis itu terus menghentakkan kakinya, sambil melirik ke gerbang sekolah
yang tadi pagi ia kunjungi. kemeja kotak-kotak dan celana gunung putihnya yang
tadi ia beli sudah di pakai olehnya—ia sengaja menyamarkan diri agar tak ada
yang mengenalinya dan lebih tepatnya menghindar dari Kazato yang terus
mengikutinya.
“kenapa ya kazato
mengikutiku?” tanyanya pada diri sendiri, penasaran.
Tak selang berapa lama, bel pulang berbunyi diikuti murid-murid yang
berhamburan keluar sekolah. Aku
memusatkan penglihatanku ke arah mereka, menatap satu-satu murid laki-laki,
tapi tak satupun aku bisa menemukan Akira. Lima belas menit aku berdiri tapi
belum juga ku temukan dirinya. Apa mungkin dia tidak bersekolah disini ya? Apa
mungkin di Shibuya? Ya ampun aku sudah sejauh ini, tapi tidak menemukan hasil
apa-apa.
Aku memutuskan untuk kembali ke Tokyo, aku rasa dia memang tidak disini.
Tapi entah kenapa aku yakin sekali dia ada di Komae, pertemuanku dengan Kazato
seakan bukti bahwa aku pergi ke tempat yang benar—aku tidak mengerti kenapa
begitu, aku hanya yakin kalau Akira tinggal di Komae.
“Akira kun, kau mau kemana?”
“Akira kun, hari minggu besok apakah kau sibuk?”
“Akira kun, ayo pulang bersamaku”
Aku terdiam mendengar nama itu. Akira. Aku membalikan badan—yang tadinya
melangkah pulang menjadi menghadap segerombolan gadis yang berkumpul di satu
titik, aku tidak bisa dengan jelas siapa yang tengah mereka rebutkan. Aku yakin
mereka menyebut-nyebut nama Akira
Drrttt… Drrtttt…
“aiisshh, siapa
sih?” aku melirik ke arah ponselku, melihat nama ayah di layar ponsel dan mau
tak mau harus menjawab telfon dari ayah sambil terus mengamati gadis-gadis—yang
menyebut nama Akira.
“yuka-chan? Ayah
baru mendapat informasi tentang keberadaan Megumi Yamato” ucapnya sesaat
setelah aku menerima telfonnya.
“mereka ada
dimana? Komae?”
“bukan, tapi di
distrik Shibuya”
“Shibuya?”gumamku
pelan.
“Akira kun!!!”
teriak gadis gadis berisik itu. Aku melihat seorang laki-laki dengan kacamata
tebal berlari menghindar dari mereka. Sekilas, aku berfikir itu Akira. Tapi Dia
tidak suka memakai kacamata. Terlebih lagi, kenyataan bahwa mereka ada di
Shibuya.
Aku mengurungkan
niat untuk pulang. Sudah jam 4 sore, langit sudah mulai berwarna orange yang
indah. Suasana sore hari memang selalu membuatku takjub. Aku memilih untuk
duduk-duduk di taman dekat Komae High School sebelum pulang ke rumah bibi.
Suara burung
berkicau mengacaukan tidurku. Pagi mulai datang, terlalu cepat menurutku.
Kupaksaan diriku untuk bangun,
mencuci muka dan gosok gigi. Aku mengambil tas yang tadi malam ku letakkan
begitu saja, berjalan keluar rumah. Memulai pencarian hari ini. Hiroo High School.
Hanya butuh
sekitar 14 menit perjalanan dari Tokyo ke Shibuya. Aku mulai mencari apartemen
yang ditempati oleh Akira dan kedua adiknya. Tidak butuh waktu lama untuk
menemukannya, apartemen ini kurasa cukup terkenal. Bangunannya terlihat bagus
dan sederhana. Aku menunggu di sebuah kursi di dekat halaman apartemen bercat
abu-abu itu, menunggu sampai Akira dan kedua adiknya, Tanaka dan Megumi muncul.
Jam 08.00. hmm sepertinya mereka..
“tapi, kemana
Akira? Ya ampun kenapa aku malah mengikuti mereka, bukan menunggu Akira? Aiissh
bodohnya” aku menggerutu kesal.
“Kak Ayuka??!!!”
teriak kaget seseorang di depanku, bocah laki-laki itu tepatnya
Tanaka terkaget melihat kehadiranku. Aku
hanya bisa tersenyum kikuk dan mereka malah berlari lebih kencang.
BERSAMBUNG

0 komentar:
Posting Komentar