“kazato kun”. Laki-laki itu menghentikan langkahnya, terdiam.
Dia tidak menoleh ke arahku sampai aku hendak memanggilnya, dia menoleh dengan ekspresi kaget. Aku tersenyum kesal, “jangan mencoba untuk lari. Ikut aku” perintahku.
Aku memastikan dia berjalan di belakangku sementara Kazato terus mengomel sendiri menyadari kebodohannya.Terpaksa aku membatalkan pergi ke Komae, mendapatkan informasi langsung dari mata-mata Akira lebih menguntungkan.
“jadi dia akan
pergi ke Tachikawa?” tanyaku langsung, aku tidak suka harus berbasa basi. Dia
tampak bingung. Harus menjawab atau tidak.
“kenapa kau
membantunya? Apa hubunganmu dengan Akira? HEI! Jawab pertanyaanku” paksaku.
“benar kata Akira
kau ini menakutkan kalau marah” ucapnya pasrah.
“jawab
pertanyaanku, Kazato kun. Apa hubunganmu dengan Akira?”
“dia sepupuku”
“kenapa kau
membantunya?”
“karena dia
sepupuku” jawabnya singkat. Aku menjitak kepalanya keras, dia merintih
kesakitan.
“jawab yang benar. Atau kau mau pulang dengan keadaan mengenaskan?
Bagaimana bisa kau membantunya?”
“ceritanya
panjang. Kau akan bosan setengah mati kalau harus mendengar dari awal” ia berkelit untuk memberitahuku.
“ceritakan aku
dari awal” aku menekankan ucapan. Dia tampak menyerah.
“mereka memaksa
Akira untuk pindah sekolah. kedua orang tua Akira di pecat dari tempat
kerjanya. Bukan cuma Akira tapi semua anak yang menghilang begitu saja dari
sekolah. Ini bukan kasus penculikan apalagi pembunuhan. Tapi, ada yang sekolah
sembunyikan dari kalian. Akira tidak memberitahuku apa maksudnya. Ada
orang-orang yang selalu memata-matainya karena itu ia berusaha memendam
rahasia”tuturnya.
Aku hanya melongo
mendengarkan penjelasannya. Ini jauh berbeda dari yang ku fikirkan.
“maksudmu mereka?
Bukan hanya satu orang? Siapa saja itu?”tanyaku. dia menggeleng, “aku tidak
tahu. Akira tidak mau mengatakannya. Sudah jelas kan?”
“bagaimana bisa
di bilang jelas. Aku sama sekali belum tau siapa pelakunya. Dimana ponselmu?”
“apa? Kenapa kau
menanyakannya?”
dia tampak bingung tapi tetap mengeluarkan ponsel miliknya dari
kantong kemejanya. Aku mengambil ponsel itu,
“besok kita berangkat ke
Tachikawa. Jam 7 pagi temui aku disini. Ponsel ini akan ku kembalikan setelah
aku berhasil menemukan Akira” kataku tanpa menghiraukan protes yang ia
lontarkan.
Aku hanya pura-pura tidak mendengarnya. Hari mulai gelap, aku
memutuskan untuk pulang meninggalkan Kazato yang tidak terima ponselnya di
ambil.
Ini hari ketigaku
di Tokyo. Tapi aku sama sekali tidak punya waktu untuk menikmati kota Tokyo
ini.
“selamat
pagi,bi!” sapaku saat menuruni tangga. Ia tengah menyiapkan sarapan untukku.
“berangkat pagi
lagi?” tanyanya. “masih belum menemukan Akira?” lanjutnya.
Aku hanya bisa menggeleng,
mulutmu penuh dengan sarapan enak yang di buatnya. Kemarin aku terpaksa
memberitahu apa yang sebenarnya aku lakukan yaitu mencari Akira. Awalnya dia
terkejut dan marah-marah pada ayah karena membiarkan aku melakukannya.
“aku pergi
dulu”pamitku. Seperti biasa, menunggu kereta tiba di Tokyo Station. Aku datang
15 menit sebelum jam 7. Memastikan bahwa Kazato akan datang. Lagipula ponselnya
ka nada di tanganku.
Aku melihat sosok yang ku kenal tengah berjalan ke arahku,
aku tertawa senang melihat wajahnya yang kusut. Kereta datang lima menit
setelah Kazato muncul. Perjalanan menuju Tachikawa sejauh 44 menit. Terlalu
lama dan membosankan.
“jadi kapan
ponselku akan kau kembalikan, hah?” tanyanya.
“sampai aku
bertemu dengannya dan mendapatkan petunjuk darinya”
“hei,
bagaimanapun itu ponselku. Bagaimana bisa kau mengambil milik orang lain tanpa
izin. Kalau ada telfon ataupun sms penting, bagaimana? Kau mau..”
“Kazato-kun,
jangan cerewet. Diam saja, kenapa aku harus bertemu dengan orang berisik
seperti mu?”
“hah? Dan
bagaimana bisa aku bertemu dengan cewek menyebalkan seperti mu?”ia balik
menantangku. Aku semakin kesal padanya, baru saja aku mau membalas dengan
ucapan pedas tapi ponselnya berbunyi. Nama Akira tertera di layar ponsel.
“kebetulan yang
menguntungkan. Bilang padanya kau ingin menemuinya” aku memberikan ponsel ke
arahnya, ia melirik siapa yang menelfon dan bergumam, “licik” yang hanya dib
alas senyum olehku.
“ada apa?... aku
sedang menuju Tachikawa. Ada yang ingin ku bicarakan. Apa? Ayuka?..... hmmm
tidak… kenapa? Itu kan hanya mimpi kazato kun.. sudahlah, 15 menit lagi aku
akan sampai…. Ya ya aku mengerti…” aku menyimak pembicaran mereka. Kazato
menutup sambungan telfonnya,
“sepertinya ia
punya firasat kalau aku membocorkan rahasianya padamu. Kalian ini seperti punya
hubungan batin..” jelasnya. Aku tidak membalas perkataannya, memalingkan wajah
ke luar kereta sambil menunggu kereta sampai di Tachikawa.
“jadi dimana
kalian akan bertemu?”tanyaku saat melangkah keluar dari kereta.
“ikut saja.
Kita hanya perlu naik bis untuk sampai kesana”. Kami berdua naik bis, hanya
menempuh beberapa menit untuk sampai di café tempat mereka akan bertemu.
“itu disana”
Kazato menunjuk bangunan kecil yang tak terlalu ramai oleh pengunjung. Aku bisa
melihat siluit Akira, ia tidak melihat ke arah luar. Sibuk dengan dunianya
sendiri, pasti membaca komik detektif atau mungkin horror.
“ayo” ucapnya. Aku
berjalan mengikuti Kazato. Semakin mendekat ke arah Akira, semakin muncul rasa
bersalah. Aku takut akan ada hal buruk yang menimpa dia bahkan pada tanaka
maupun megumi.
“Akira kun” panggil Kazato.
BERSAMBUNG

0 komentar:
Posting Komentar